Sabtu, 14 Mei 2011

Hari-Hari Bahagia di Bullerbyn



Beberapa waktu lalu bersama seorang teman aku mengunjungi Gramedia di Peteran. Disana sedang ada obral buku. Buku-buku yang dulu kubeli harganya 50 ribuan, dijual 10 ribuan saja.
Kami membeli beberapa buku dan bersepakat sama-sama membeli novel terjemahan anak-anak, judulnya Hari-Hari Bahagia di Bullerbyn. Buku bersampul merah dan dihiasi gambar beberapa orang anak duduk di atas pagar dengan ekspresi wajah bahagia.
Buku ini bercerita tentang tokoh utama bernama Lisa,  2 kakak laki-lakinya dan 2 anak perempuan kakak beradik, serta seorang anak laki-laki tetangga yang juga sebaya dengannya.  Mereka berteman dan menjalani hari-hari bersama.
Ada banyak buku yang bercerita tentang masa kecil, dunia anak, keceriaan dan keluguan mereka. Akan tetapi, sedikit yang benar-benar berhasil menghadirkan potongan-potongan cerita yang jujur. Jujur ketika menceritakan perasaan, pemikiran, dan kondisi hidup mereka. Astrid Lindgren, penulis buku ini adalah satu diantara yang sedikit itu.
Dalam buku ini, menggunakan sudut pandang orang pertama, Lindgren jujur mengungkapkan perasaan anak seumur Lisa dengan menceritakan perasaan kesal Lisa saat sedang asik berbamain dengan teman-teman barunya dalam sebuah undangan pesta keluarga (semacam syukuran) dipanggil untuk acara makan-makan.
Kami benar-benar bosan dengan semua makanan itu, karena baru saja kami turun bermain, Bibi Jenny    menyuruh kami turun untuk makan lagi. Kelihatannya orang-orang tua itu tak ada pekerjaan lain selain makan, apabila mereka diundang pesta
Pikiran anak seusia mereka dengan lucu diungkapkan Lindgren, yaitu saat Lisa menceritakan percakapan yang didengarnya antara kedua kakaknya, Lasse dan Bosse  setelah mengunjungi adik Olle, tetangga mereka yang baru lahir,
"Kasihan benar Olle! Masa punya adik sejelek itu! Lisa juga tidak cantik, tapi diakan kelihatan lumrah seperti manusia. Coba bayangkan kalau adik Olle itu mulai sekolah, pasti Olle malu karenanya. Soalnya merekakan belum pernah melihat cewek sejelek itu di sekolah kita."  
Lindgren  menceritakan  secara jujur tingkat pemikiran anak seusia Lasse yang baru pertama kali melihat kulit bayi yang baru lahir dan mengira bentuk kulit bayi tersebut tidak akan berubah sempai dewasa. Dan di bagian berikutnya Lindgren kemudian menceritakan bagai mana Lasse kaget saat melihat adik Olle seminggu kemudian memiliki kulit normal dan mengira dia mendapat adik baru karena bayi tersebut tampak lebih cantik.
Sayangnya, buku ini bernuansa kental kehidupan sebuah keluarga nonmuslim. Untuk pembaca dewasa yang memiliki pemikiran yang telah'jadi', buku ini dapat dibaca sebagai bacaan ringan yang menyegarkan. Sambil bernostalgia ke masa-masa kanak-kanak yang lugu dan indah. Akan tetapi, untuk anak-anak SD atau SMP buku-buku semacam ini perlu dipertimbangkan lagi. Perayaan keagamaan yang tidak sesuai dengan akidah Islam yang terdapat pada beberapa bab, yang mengandung nuansa hadarah (kebudayaan) yang kental ditakutkan akan mempengaruhi perasaan anak-anak muslim yang masih labil.

1 komentar:

  1. Yup yup yup...
    cerita2 yang hidup dan bahagia.
    Mengingatkanku pada anak-anakku di Khairu Ummah dengan segala yang membuat mereka bahagia saat terpuaskan rasa ingin tahunya, genangan air hujan, melompat diketinggian yang berbeda,lukisan dinding yang dihasilkan dari tangan yang basah, ada apa saja sih didalam tanah, dan segudang 'riset' lainnya yang menggemaskan.
    maka, bila ada ayah atau ibu yang membaca buku ini, pahamilah bahwa BAHAGIA dengan dunianya adalah hak anak-anak kita:)

    BalasHapus