Selasa, 10 November 2015

Nafis sudah berumur 3 tahunan
dan suka memfoto dirinya sendiri di laptop.

Sultan Sulaiman Al Qanuni

Sultan Suleiman Al Qanuni
(Oleh: Rismiyana)*

    “Pelajarilah sejarah! Karena suatu kaum yang melupakan sejarahnya, adalah seperti anak pungut yang tidak mengetahui nasabnya. Atau seperti orang yang hilang ingatan, sehingga tidak ingat masa lalunya.” Demikian sebuah pepatah mengatakan.
    Sejarah umat Islam setidaknya dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad Saw. sampai saat ini. Lamanya sekitar 1400 tahun lebih. Ada masa dimana Islam mulai tumbuh, berkembang, hingga beberapa kali mencapai puncak kebesarannya. Sayangnya, dalam kurikulum pelajaran sejarah, di negeri yang mayoritas muslim ini hampir-hampir tidak mengajarkan hal itu. Dari SD, SMP, hingga SMU kita diajari tentang masa prasejarah dengan fosil-fosilnya. Kita belajar tentang sejarah dan peninggalan  imperium Romawi, Byzantium, Mesir Kuno, Abad Pertengahan, Revolusi Prancis, dampak dari Perang Dunia I dan II, Perjuangan Kemerdekaan RI, hingga masa reformasi.
    Kemudian muncul pertanyaan, “Adakah sejarah yang ditorehkan  oleh kaum muslim? Apa dampak di utusnya Rasulullah Saw pada sejarah dunia? Bagaimana kondisi umat Islam saat dunia mengalami Abad Pertengahan? Sedang apa atau berada dimana umat Islam saat meletus Perang Dunia I dan II?”
    Kita hanya dikenalkan pada sejarah awal kemunculan Islam. Kita hanya belajar beberapa kisah tentang Rasulullah Saw, empat Khulafaurrasyidin, beberapa sahabat, urutan nama-nama imperium dalam dunia Islam yang diselipkan dalam pelajaran Agama Islam (yang hanya 2 jam perminggu) tanpa mengaitkannya dengan keberadaan umat Islam sebagai bagian dari sejarah dunia. Tanpa tahu betapa cemerlang dan superiornya nenek moyang mereka dengan agama yang mereka warisi di kencah sejarah dunia!
    Maka tidak heran bila saat ini kita menyebut kata syariat, Daulah Islam, Khilafah, umat Islam sendiri akan berkomentar, “Ingin kembali ke zaman batu? Ini bukan tanah Arab!”
   
Sinetron King Suleiman
    Baru-baru ini stasiun ANTV menanyangkan sinetron King Suleiman. King Suleiman diambil dari film seri yang diproduseri oleh Meral Okay kelahiran 1953, Ankara Turki. Dalam sinetron ini ditampilkan sosok Sultan Sulaiman al-Qonuni. Sayangnya, dalam sinetron ini Sultan Sulaiman al-Qanuni ditampilkan sebagai tokoh yang hanya disibukkan perhatiannya pada istana dan wanita, yang menghabiskan malam-malam dengan khomr dan harim. Sosoknya ditampilkan sebagai seorang laki-laki yang hanya memikirkan syahwat dan kenikmatan dunia.
    Di Turki tempat asalnya, setidaknya ada 70-75 ribu keluhan yang menanggapi penayangan sinetron ini. Hal ini dikarenakan sosok Sultan Sulaiman yang menjadi tokoh utama dalam film ditampilkan tidak sesuai dengan sosok yang ada dalam sejarah. Bahkan sangat bertolak belakang. Raghib as-Sirjani menyatakan 99% sumber sejarah yang dijadikan rujukan dari sinetron ini adalah sejarah-sejarah yang ditulis oleh orang-orang Barat dan para orientalis. Sementara sumber sejarah dari Turki, Arab, dan rujukan utama lainnya dari Umat Islam ditinggalkan. Apalagi penulis sekenario film tersebut adalah seorang artis dan produser film yang sama sekali tidak dikenal sebagai orang yang menekuni sejarah, baik sejarah Islam secara umum maupun sejarah kekhilafahan  Utsmani. Ini lah yang menyababkan munculnya kontraversi besar baik dari sisi agama, politik, dan sosial yang mengakibatkan pelarangan sinetron ini di Turki. 
    Sebenarnya, dalam sebuah film, produser dan sutradara memang menjadi orang yang menentukan jalan cerita. Kejadian, peristiwa yang dialami tokoh, sifat atau karakter tokoh ditentukan sesuka hati oleh mereka. 
    Namun, menjadi masalah ketika tokoh yang diangkat oleh film atau sinetron adalah tokoh yang nyata, faktanya ada dalam sejarah. Maka film atau sinetron tidak bisa sesukanya menampilkan seorang tokoh dan membuat adegan-adegan yang berkaitan dengan tokoh tersebut. Apalagi bila tokoh dalam film tersebut adalah tokoh yang terkenal dalam sejarah. Karena akan memberi informasi yang membentuk asumsi yang keliru terhadap tokoh tersebut.
    Adalah wajar bila penanyangan sinetrong King Suleiman oleh ANTV di tanah air mendapat kritik dari umat Islam yang paham sejarah. Mereka mengetahui kesalahan dalam sinetron ini. Mereka antara lain dari KMJ (Korps Muballigh Jakarta) yang mendatangi kantor ANTV untuk menyampaikan protes dan minta penayangan sinetron King Suleiman segera dihentikan. Protes dan desakan disampaikan karena film tersebut banyak mendistorsi Kekhilafahan Islam sekaligus menjelek-jelekkan nama besar Sultan Sulaiman Al Qanuni. Sultan yang agung itu digambarkan sebagai sosok yang cabul, angkuh, dan jauh dari nilai-nilai Islami. Penayangan film ini dikhawatirkan akan membuat penonton, khususnya umat Islam yang mayoritas di negeri ini memiliki persepsi keliru tentang Islam dan Kekhalifahan Islam.


Siapa Sebenarnya Sultan Sulaiman al-Qonuni?
     Berbicara tentang Sultan Sulaiman al-Qanuni tidak bisa lepas dari membicarakan kekhilafahan Utsmani. Hal ini karena Sultan Sulaiman al-Qanuni adalah salah satu sultan yang berkuasa selama empat puluh tahun lebih dalam imperium ini. Karena, bila ingin menilai seperti apa seorang pemimpin tengoklah bagaimana kondisi rakyat dan wilayah yang ia pimpin.
    Kondisi kekhilafahan Ustmani yang mengalami puncak kejayaan saat diperintah oleh Sulaiman al-Qanuni tergambar dalam buku The Rise and Fall of the Great Powers: Economic Change and Military Conflict from 1500 to 2000 karya Paul Kennedy, “Empirium Utsmani, dia lebih dari sekedar mesin militer, dia telah menjadi penakluk elit yang telah mampu membentuk satu kesatuan iman, budaya dan bahasa pada sebuah area yang lebih luas dari yang dimiliki Empirium Romawi dan untuk jumlah penduduk yang lebih besar. Dalam beberapa abad sebelum tahun 1500 dunia, Islam telah jauh melampaui Eropa dalam bidang budaya dan teknologi. Kota-kotanya demikian luas, terpelajar, perairannya sangat bagus. Beberapa kota diantaranya memiliki universitas-universitas dan perpustakaan yang lengkap dan memiliki mesjid-mesjid yang indah. Dalam bidang matematika, kastografi, pengobatan dan aspek-aspek lain dari sains dan industri, kaum muslimin selalu berada di depan.”
    Senada dengan itu, An Nadwi dalam bukunya Madza Khasira Al-'Alam bi Inhithath Al-Muslimin menyatakan bahwa Kaum Muslimin Turki Utsmani memiliki kelebihan dibanding bangsa lain pada saat itu. Sebagai bangsa nomadik dengan pola hidup sederhana, mereka memiliki moralitas yang tidak terkotori sehingga dengan gampang berjuang. Selain itu mereka juga memiliki persenjataan yang kuat  sehingga mampu menguasai Afrika, Mesir, Arab Saudi, Iran, Asia Tengah, dan Sebagian Eropa hingga ke Wina.
    Pada masa kejayaannya kaum muslim Turki mampu menjadikan Allah sebagai tujuan hidupnya, Al Quran sebagai undang-undang, Rasul sebagai panutan, jihad sebagai jalan hidup, dan mati syahid sebagai puncak cita-cita. Dampaknya adalah keadilan merata dimana-mana, kebebasan berbicara memperoleh tempatnya, kritik yang konstruktif mendapat ruang yang lebar, dan ilmu pengetahuan pun menyeba r dimana-mana.
    Di bawah pemerintahan Sulaiman al-Qonuni bermunculan mujahid-mujahid legendaris yang mendunia dalam sejarah Islam. Mereka antara lain, Hasan Agha Al-Thusyi dari Aljazair yang berhasil mengalahkan Pangeran Charles V dari Spanyol,  Khairuddin Barbarosa pemimpin armada laut pasukan Utsmani 'penguasa' perairan Mediterania, Saleh Rayis  dan Qalj Ali.
    Dari gambaran tentang kondisi Kekhilafahan Utsmani yang menerapkan syariat Islam, mujahid-mujahid di masa pemerintahannya, dan aktifitas futuhat/penaklukan yang berlangsung hingga wafatnya, muncul pertanyaan rasionalkah sosok Sultan Sulaiman al-Qonuni yang ditampilkan dalam sinetron King Sulaiman? Apalagi secara pribadi beliau pernah menulis tangan kitab Al Quran sampai selesai yang sampai saat ini salinannya masih tersimpan di Masjid Agung Sulaiman. Sungguh, menampilkan Sultan Sulaiman al-Qonuni sebagai tokoh  buruk yang tidak memiliki perhatian besar dalam urusan pemerintahan dan hanya tertuju pada istana dan wanita, yang menghabiskan malam-malam dengan khomr dan harim adalah fitnah jahat dan kotor. Bahkan walau dalam film atau sinetron sekalipun.
    Untuk itu sudah sepantasnya pihak ANTV menghentikan penayangan sinetron King Suleiman. Tetap menayangkan sinetron ini sama halnya dengan sengaja mendistorsi Kekhilafahan Islam sekaligus menjelek-jelekkan nama besar Sultan Sulaiman al-Qanuni dan membuat penonton, khususnya umat Islam, memiliki persepsi keliru tentang Islam dan sejarah Kekhalifahan Islam.