Senin, 27 September 2010

Berenang dan Terbang

BERENANG DAN TERBANG
(catatan awal tahun 2010)
Pernah menyaksikan tayangan tentang dunia laut? Seekor, sepasang, atau sekumpulan ikan berenang, melesat dalam kebebasannya.
Pernah memandang burung-burung di langit ? Mereka terbang, menukik, mengembangkan sayap-sayap di angkasa.
Tinggalkan aquarium itu!
Tinggalkan sangkar itu!
Pecahkan dinding-dinding tembus pandang itu dan patahkan jeruji-jeruji yang menghalangi kebebasan.
Ikan diciptakan-Nya untuk berenang di sungai, dilautan, di samudera….
Burung-burung diciptakan-Nya untuk terbang, menjelajah, mengembara ke segala penjuru arah….
Dan Kita?
Demokrasi adalah aquarium! Yang menghalangi kita menerapkan syariat-syariat Allah
Sekularisme adalah sangkar! Mengurung kita dalam kemaksiatan, memisahkan dien kita dengan kehidupan.
Ingatlah.., kita diciptakan untuk tunduk, menghamba hanya pada-Nya
06.30 6 Januari 2010

Tulisan di atas aku tulis hampir 9 bulan lalu. terinspirasi 2 pengalaman.
Pertama, pengalaman kehujanan pada saat berangkat ke Rantau Bujur. Memasuki wilayah Simpang Empat Banjarbaru,titik hujan menyambutku. Waktu itu targetku adalah bagaimana tiba ke dermaga Riam Kanan tanpa kebasahan. Sempat berteduh beberapa kali, namun di Karang Intan hujan deras mengguyur sepanjang jalan, jaket plastik yang kukenakan tidak mampu melindungiku. Targetku waktu itu berubah menjadi bagaimana agar aku tiba di dermaga tanpa mogok. Genangan air hujan memenuhi jalan, bahkan dibeberapa tempat sudah sebatas lutut. Untunglah ada truk pengangkut tanah kosong yang bisa kuikuti. aku melintasi bekas rodanya, berlomba dengan genangan air. di beberapa bukit yang kulewati air hujan membentuk aliran sungai deras. Sepeda motorku seolah-olah sedang membelah aliran sungai, bukan berenang, tapi terbang!
Kedua, pengalaman beberapa kali pulang ke Banjarmasin pada saat sore hari. Di wilayah Aranio dekat Tambela, angin senja kala mendung terasa berbeda. sambil melaju menuruni perbukitan dengan angin menerpa kencang, pandangan sesekali kuedarkan pada pemandangan di bawah. Sensasinya seperti sedang terbang!

Sabtu, 18 September 2010

Pertemuan Pagi

Pertemuan Pagi
Awal Ramadhan kemarin, saperti beberapa hari sebelumnya, mendekati pukul 06.30 saat jamaah sholat shubuh di mesjid samping rumah bubaran, saya sudah siap berangkat. Buku setoran bacaan, Iqro merangkap juz amma, pulpen dan kunci serap rumah telah saya pastikan tidak ada yang tertinggal.
“La, aku berangkat!”
“Kemana?”
“Seperti biasa, menuntut ilmu! Assalamualaikum!” Teriak saya berpamitan sambil menuruni tangga rumah. Samar-samar saya dengar jawaban dari dalam kamarnya.
Setelah mengeluarkan sepeda motor, teman yang selalu setia menemani perjalanan dan memastikan pintu tertutup rapat, segera saya melaju membelah kota Banjarmasin. Udara pagi yang lembab dan segar menerpa kerudung hitam yang saya kenakan lengkap dengan slayer gelap menutupi wajah.
Tidak sampai lima belas menit, saya telah tiba di tempat tujuan. Suara santri-santri yang sedang menghafal Quran terdengar di halaman yang lengang. Setelah memarkir sepeda motor, saya merapikan pakaian kemudian masuk ke bangunan itu.
Beberapa santri telah membentuk 3 barisan. Barisan kiri dan tengah di dominasi mereka yang akan menyetor hafalan Quran. Tiga santri yang ada di barisan kanan, sama seperti saya baru mulai memperbaiki pengucapan lafal abjad arab dengan membaca iqro. Segera aku bergabung dengan barisan itu dan duduk di urutan 4. Dan seperti santri lain, sebelum Ummi (panggilan untuk guru kami) datang, saya membuka iqro 5 dan mulai mengulang-ulang membaca.
Tiba-tiba telinga saya menangkap suara yang saya kenal di belakang saya. Saya menoleh.
“Hei!” saya dan sosok itu sama-sama berbarengan mengucapkan seruan itu kemudian tertawa. Waktu SMU kami pernah satu sekolah. Dan beberapa waktu sebelumnya kami pernah beberapa kali kajian dalam halaqah (kelompok) yang sama.
“kamu ngaji di sini juga kah?” tanya saya.
“Iya! Aku ingin tahfiz Quran, siapa tau bisa jadi hafizah. Kalau kamu?”Tanyanya.
“Aku pengen jadi mujtahid.” Jawab saya sambil tersenyum.
“Beh, yang bener aja?” Dia mengerutkan kening, kemudian tertawa. Saya juga.
Pertemuan yang menyenangkan, pagi yang membahagiakan.