Jumat, 06 November 2009

Menimbang Sejarah Dari An-Nabhani Hingga Pramodya

Ini esay yang kedua yang kutulis tentang Pram (Pramodya Ananta Toer). Esay yang pertama dimuat di Radar Banjarmasin bulan November 2006, judulnya "Cerita Dua Dosenku Tentang Pram".
Esay kedua ini walau sudah kukirim tanggal 5 Maret 2007, tapi mungkin karena tidak memenuhi syarat, oleh Kak Sandi Firly (yang saat itu jadi editor di Cakrawala Radar Banjarmasin) tidak dimuat.
Sekarang esay itu aku letakin disini saja.



Menimbang Sejarah, Dari An-Nabhani Hingga Pramodya

(Oleh: Rismiyana)

Peradaban suatu bangsa setidaknya dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu filsafat, sejarah dan sastra. Dari filsafat lahirlah pemikiran-pemikiran yang berkembang di masyarakat. Baik pemikiran politik, ekonomi, pendidikan dan aspek lainnya. Dengan sejarah, suatu bangsa memandang fakta masa lalu, yang dengan itu mereka beranjak untuk mengambil tindakan di masa kini dan depan. Dan dengan sastra dapat diketahui sudut pandang perasaan mereka terhadap kehidupan.

Firsafat dan sejarah biasanya dimuat informasinya dalam buku yang menggunakan pengungkapan yang menggunakan bahasa pemikiran. Dalam buku yang menggunakan pengungkapan gaya bahasa pemikiran, penekanan terletak pada kejelasan informasi yang disampaikan, kesesuaian data-data yang disajikan dengan fakta-fakta yang ada.

Karakter buku yang menggunakan pengungkapan dengan gaya pemikiran akan berbeda dengan buku yang menggunakan gaya pengungkapan sastra. Buku yang menggunakan gaya pengungkapan sastra, penekanan terletak pada tujuan yang akan disampaikan, yaitu mempengaruhi perasaan pembaca. Yang terjadi saat membaca buku sastra adalah transfer emosi, yaitu pada diksi-diksi yang mengandung kesan tertentu.

Pertanyaan yang sekarang muncul, apakah dalam suatu buku dapat mengandung filsapat, sejarah dan sastra sekaligus? Jawabnya, tentu saja ada. Hanya saja dalam buku-buku itu dominasi satu gaya akan tampak menonjol, apakah pengungkapan bahasa pemikiran atau gaya pengungkapan sastra.

Perbandingan ini akan nampak jelas bila kita membaca satu buku yang membicarakan topik yang sama atau minimal bersinggungan. Misalnya, antara buku Pembentukan Partai Politik Islam karya Taqiyuddin An Nabhani dengan buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang termuat dalam Tetralogi Pulau Buru.

Pada bagian awal, buku Pembentukan Partai Politik, An Nabhani memaparkan kondisi yang terjad pada abad ke 19 Masehi. Yaitu pasca perang dunia I, yang pengaruh terbesarnya adalah runtuhnya institusi Daulah Khilafah. Luas wilayahnya yang semula mencapai dua pertiga bumi berbentuk kesatuan, terpecah-pecah dibawa jajahan bangsa Eropa, yang setelah itu kemudian menjadi puluhan nation state/ negara bangsa, Di situ dipaparkan bahwa dinegeri-negeri Muslim, berbagai gerakan yang muncul pada saat itu bertujuan untuk membangkitkan masyarakat, namun mengalami kegagalan, keterpurukan, dominasi dan penjajahan Asing pengemban ideologi sekular-kapitalis. Di buku itu dijelaskan pula penyebab utama kegagalan gerakan yang mengupayakan kebangkitan itu.

Dalam buku itu An Nabhani menjelaskan bahwa kelompok-kelompok yang muncul sekitar abad 19 M mengalami kegagalan disebabkan metode pembentukan yang tidak dilandasi pemahaman hakiki terhadap sebuah ideologi. Selain itu tsaqofah Asing mempunyai pengaruh besar terhadap menguatnya kekufuran dan penjajahan, serta tidak berhasilnya kebangkitan dan gagalnya gerakan-gerakan terorganisasi baik gerakan sosial maupun gerakan politik. Ini berlangsung melalui jalur pendidikan/pemikiran. Pemuda-pemuda terdidik dari negeri jajahan mempelajari kepribadian (pola pikir dan pola sikap) penjajah Barat sebagai sumber tsaqofah*. Mereka belajar sejarah, filsafat dan sastra dengan memakai standar dari bekas penjajah mereka (Barat).

Buku An Nabhani tersebut secara mendalam menyampaikan transfer pemikiran melalui pemaparan informasi berdasarkan fakta-fakta sejarah yang terjadi abad ke 19 M.

Adapun bagaimana perasaan-perasaan, situasi-situasi yang terjadi pada sekitar abad 19 dapat kitaketahui dan rasakan dalam buku sastra Pram, Tetralogi Pulau Buru. Dalam buku-buku itu, Pram menjadikan peristiwa sejarah sebagai setting cerita, pemikiran dan perasaan orang-orangnya sebagai isi cerita, dan membingkai semua itu dengan pengungkapan bahasa sastra.

Dalam Bumi Manusia yang adalah buku pertama dari serangkaian roman empat jilidnya (tetralogi), Pram mengisahkan masa kejadian tahun 1898 sampai 1918, masa periode kebangkitan Nasional, masa awal masuknya organisasi-organisasi modern yang juga berarti awal kelahiran demokrasi pola revolusiPrancis.

Pada Anak Semua Bangsa, Pram berkisah tentang pengenalan si tokoh (Minke) pada lingkungan sendiri dan dunia sejauh fikirannya dapat menjangkau. Di buku ini Pram menggambarkan kekagumanMinke pada Revolusi Perancis. Bagaimana perasaan Minke terhadap kejadian-kejadian pada masa itu, serta pandangannya terhadap bangsa kolonial tergambar secara gambling dalam buku ini.

Adapun Jejak Langkah berkisah tentang kelahiran organisasi-organisasi modern pribumi pertama. Dan Rumah Kaca berkisah tentang usaha pemerintah kolonial Hindia-Belanda menjadikan Hindia sebagai rumah kaca yang setiap gerak-gerik penduduk di dalamnya dapat mereka lihat dengan jelas dan hak exorbitant dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap para penghuni rumah.

Membaca buku Pembentukan Partai Politik Islam karya an Nabhani, pembaca disodorkan sebuah ‘peta pemikiran’. Di peta itu pembaca akan mengetahui letak, posisi, pelaku peristiwa sejarah dan kondisi yang melingkupinya, untuk kemudian melihatnya dari berbagai sisi (berpikir terbang/politik). Sedangkan membaca Tetralogi Pulau Buru karya Pram, pemikiran dan perasaan pembaca dibawa bertamasya, masuk langsung ke dalam penggambaran peristiwa sejarah dengan mengunakan sudut pandang Minke (tokoh utama, yang merupakan korban tsaqofah Barat).

An Nabhani menyampaikan isi benaknya dengan pengungkapan gaya bahasa pemikiran. Sehingga saat membaca buku yang ditulisnya, yang terjadi adalah transfer pemikiran. Untuk memahami buku-buku dengan gaya seperti itu, pembaca harus memiliki tingkat pemikiran yang setaraf dengan pembahasan buku. Inilah yang menyebabkan, banyak kitab-kitab berbahasa Arab yang dibaca dengan model kajian, pembahasan dipimpin oleh salah seorang yang telah paham. Ini juga berlaku pada buku-buku pemikiran lain, misalnya buku-buku teks perkuliahan tertentu.

Pram, walau yang disampaikan dalam bukunya menggunakan setting sejarah dan memuat pemikiran-pemikiran, pengungkapan yang digunakannya adalah gaya bahasa sastra.Yang dominant terjadi adalah transfer perasaan atau emosi.

Bagi pembaca yang akan atau telah mengkaji Pembentukan Partai Politik Islam-nya An Nabhani, tidak ada salahnya membaca buku Pram. Agar dapat merasakan situasi-situasi, perasaan-perasaan orang-orang pada masa itu. Atau sekedar menengok bagaimana pandangan dan perasaan seorang Pram terhadap situai perpolitikan pada masa itu, tak terkecuali tanggapannya terhadap Islam (keberislaman priyayi Jawa yang terindra olehnya). Bagi pembaca yang telah menamatkan Tetralogi Pulau Buru-nya Pram, buku An Nabhani sangat layak untuk dikaji.

*tsaqofah: pengetahuan yang menilai

sesuatu menggunakan sudut pandang tertentu

(bersifat non eksakta/humaniora)

mybooks